Tuesday, November 21, 2006

Alternatif dalam pengembangan aplikasi sistem Rumah Sakit

Informasi yang cepat, tepat dan akurat merupakan suatu dasar untuk proses pengambilan keputusan khususnya bagi para praktisi manejemen atau direksi dalam sebuah institusi Rumah Sakit. Ada beberapa bagian di dalam sistem rumah sakit yang paling sering mengalami perubahan dan kebijakan dari pihak manajemen, seperti misalnya bagian medis, perawatan, keuangan, pelayanan, inventory dan beberapa bagian lainnya di samping itu bagian-bagian tertentu ini paling sering kehilangan kendali dalam proses kegiatan rumah sakit jika proses manual masih tetap dipertahankan.

Kondisi yang mempengaruhi keputusan

Ada beberapa kondisi yang dihadapkan kepada para manajemen pengambil keputusan di dalam institusi Rumah Sakit apabila mereka ingin mengembangkan software Hospital Sistem, karena ada banyak pilihan yang ditawarkan kepada mereka. Di bawah ini saya jabarkan beberapa pilihan yang dapat dipertimbangkan.

Sistem Package Software (Software Jadi)
Ada beberapa institusi Rumah Sakit yang lebih percaya dengan package software atau program yang siap pakai. Sebenarnya jika ditinjau secara umum software siap pakai kelihatannya menjanjikan. Akan tetapi kebanyakan software siap pakai tersebut hanya melihat dari segi brand-image karena biasanya package software bersaing dari segi merk dagangnya, bukan dari segi kualitas dan lagi fleksibilitas modifikasi program.

Software Import
Beberapa pengambil keputusan di dalam intitusi Rumah Sakit lebih percaya dengan software yang berasal dari luar negeri atau dikenal dengan software import ketimbang dari negeri sendiri atau dikenal dengan software local. Kebanyakan para manajemen rumah sakit sering tidak mempertimbangkan dampak negatif dari membeli software import tersebut. Pertimbangan pertama yang perlu dipikirkan adalah dari segi standarisasi business process yang berbeda antara software import dengan sistem rumah sakit di Indonesia. Sistem yang mereka ciptakan (standar sistem import) kebanyakan tidak sesuai dengan sistem di Indonesia sehingga cukup banyak perubahan konsep yang harus dilakukan. Jika penyedia mau memodifikasi softwarenya mereka akan membebankan cost yang tinggi sesuai harga standard di sana. Dan biasanya harga software import itu sendiri sangat mahal, belum lagi bicara tentang pemeliharaan yang berkelanjutan dengan mata uang dollar sebagai standarnya. Beberapa rumah sakit besar sudah membuktikannya dan kebanyakan gagal di tengah jalan! atau kalaupun jalan biaya yang dikeluarkan sangat tidak sebanding dengan manfaat yang didapat dan pada akhirnya beberapa rumah sakit kembali ke sistem lokal namun sayangnya sudah terlanjur membuang uang banyak sebelumnya.

Membuat Sendiri oleh Karyawan IT
Ada beberapa institusi Rumah Sakit yang memiliki divisi IT dan team IT ini biasanya akan ditunjuk untuk membangun software program rumah sakit, namun ada beberapa hal yang mungkin perlu dipertimbangkan. Pihak rumah sakit harus mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan ini:

¨ Tidak ada jaminan programmer/analyst akan terus bekerja sampai sistem selesai, berdasarkan pengalaman programmer/analyst adalah type pekerja yang sering kali pindah-pindah tempat bekerja, kalau itu terjadi penuntasan sistem secara keseluruhan akan sangat terganggu. Kalau di outsource ke vendor maka yang “dipegang” adalah institusi dari vendor software house yang bersangkutan, tidak soal programmernya ganti-ganti orang, yang bertanggung jawab adalah vendornya.

¨ Biaya yang dikeluarkan sangat besar, karena membangun sistem rumah sakit membutuhkan karyawan minimal 4 sampai 5 programmer dan 1 orang analyst. Jika 1 orang programmer (yang berpengalaman) bergaji Rp 4.000.000 sd 6.000.000 per bulan, maka tidak kurang sekitar Rp. 20.000.000 harus dikeluarkan setiap bulannya untuk gaji karyawan IT, belum lagi ditambah dengan tunjangan-tunjangan lain yang harus diberikan oleh perusahaan sesuai dengan per-undang-undangan ketenagakerjaan.

¨ Durasi waktu pengerjaan biasanya akan memakan waktu yang lama, karena para developer adalah karyawan yang digaji, dan jarang sekali ada aturan main di perusahaan untuk memecat karyawan / programmer hanya karena pekerjaannya molor dari jadwal. Hal ini akan mengakibatkan biaya yang tinggi karena gaji jalan terus tapi software belum selesai dibuat. Kalau di outsource ke vendor maka pihak rumah sakit mengikat Vendor secara hukum dengan kontrak kerjasama, dan apabila terjadi keterlambatan pihak Vendor bisa dikenakan pinalty, dan ada garansi terhadap keberhasilan program.

¨ Sangat sulit untuk mencari tenaga IT yang special dibidang Hospital System, sehinga karyawan tenaga IT membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk mempelajari jalannya sistem di institusi rumah sakit yang bersangkutan. Skill masing-masing personel berbeda-beda sehingga dalam sebuah team pengembangan diperlukan koordinasi yang ketat kalau tidak maka keutuhan sistem secara keseluruhan sering kali tidak seragam. Sedangkan Kalau di outsource ke vendor biasanya team dari vendor dipilih yang memiliki kualifikasi dan background yang sama dan team dikoordinasi dengan baik.

¨ Programmer (berdasarkan pengalaman saya) seringkali membuat program yang digunakan secara temporer hanya agar supaya tugas yang dibebankannya selesai, jadi bekerja hanya atas dasar motifasi menyelesaikan kewajiban semata bukan untuk menciptakan software yang solid, sehingga untuk pengembangan dimasa depan menjadi lebih sulit di maintain.

Outsource ke Software House Lokal dan bersifat “Taylor Made”
Cara yang paling aman bagi institusi Rumah Sakit dalam mengembangkan software Hospital Information System adalah dengan cara outsource ke Vendor Software House Lokal dengan project yang bersifat “Taylor Made” atau Joint Development. Dengan cara ini maka pengembangan software dapat dibuat secara fleksibel sesuai kebutuhan dan keinginan dari pihak Rumah Sakit. Namn demikian tetap perlu mempertimbangkan beberapa hal: Lakukan pemilihan konsultan dengan resiko kerugian yang paling minimal, karena kegagalan masih saja terjadi pada beberapa rumah sakit besar di Jakarta akibat mereka salah dalam menentukan konsultan atau Vendor Software House. Pilih konsultan yang sudah berpengalaman dan sistemnya telah sudah teruji pada rumah sakit lain dan jika ada gunakan sistem pembayaran bulanan sehingga resiko kerugian yang lebih fatal dapat dihindari dan dari bulan ke bulan pihak manajemen dapat mengontrol sejauh mana pihak konsultan sudah bekerja. Biasanya dalam rentang waktu 3 sampai dengan 4 bulan sudah memperlihatkan kemajuan yang signifikan.

Akhirnya semua kembali terpulang kepada pihak rumah sakit sendiri kebijakan apa yang akan diambil untuk lebih dapat mengontrol operasional rumah sakit, apakah cukup saja dengan manual ataukah memang beban pekerjaan yang sudah overload dan membutuhkan proses komputerisasi.

No comments:

Post a Comment